Posts filed under ‘Pacitan’

Mengadvokasi Pencemaran, Dikriminalisasi

PERTAMBANGAN
Mengadvokasi Pencemaran, Dikriminalisasi
Jumat, 3 September 2010 | 04:05 WIB

Jakarta, Kompas – Wakil Ketua DPRD Kabupaten Pacitan Handaya Aji mengadukan kasus pencemaran perusahaan tambang di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Selasa (31/8). Sementara Handaya yang menjalankan advokasi justru terancam penjara karena kasus kredit tani pada 1999, kedua perusahaan tambang itu tetap bisa beroperasi tanpa analisis mengenai dampak lingkungan dan instalasi pengolahan air limbah.

Handaya menyatakan, pertambangan sebuah perusahaan tambang asing, PT G, memegang kuasa pertambangan seluas 2,33 hektar di Desa Kluwih, Kecamatan Tulakan, Pacitan. "Sejak 2007, perusahaan tersebut menambang tanpa terlebih dahulu memberikan ganti rugi kepada warga. Penambangan itu mencemari Sungai Tilang," kata Handaya seusai mengadukan kasus itu di Kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta.

Semua hasil tambang PT G dikirimkan kepada PT D yang beroperasi di hulu Sungai Grindulu, Desa Pagutan, Kecamatan Arjosari, Pacitan. "Perusahaan yang disebutkan terakhir mengolah material menjadi emas. Pengolahan itu mencemari Sungai Grindulu, sungai besar di Pacitan," kata Handaya.

Handaya menyatakan, selain membiarkan kedua perusahaan terus mencemari lingkungan, polisi juga menjerat dirinya dengan kasus penggelapan. Ia menyatakan, pemidanaan dirinya tidak lepas dari upayanya mengadvokasi kasus pencemaran tambang bersama Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yogyakarta.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta Suparlan menjelaskan, proses advokasi Handaya dan Walhi telah berlangsung sejak 2008.

"Pencemaran yang terjadi di Sungai Grindulu memang berat karena perusahaan pengolahan dibangun di tengah sungai. Dan, tidak pernah ada penindakan terhadap perusahaan tersebut," ungkap Suparlan saat dihubungi di Yogyakarta.

Komisioner Komnas HAM, Syafruddin Ngulma Simeulue, menyatakan telah menerima pengaduan Handaya. Komnas HAM serius menangani masalah tersebut.

Syafruddin menyatakan, Komnas HAM akan meminta klarifikasi dari Kepolisian Resor Pacitan, Kepolisian Daerah Jawa Timur, dan Markas Besar Polri untuk proses pemidanaan Handaya. (ROW)

Sumber :

http://cetak.kompas.com/read/2010/09/03/04055441/mengadvokasi.pencemaran.dikriminalisas

Desember 4, 2010 at 00:53 Tinggalkan komentar

Pembangunan Jalur Lintas Selatan Terkendala Pembebasan Tanah

TEMPO Interaktif, Jakarta:PACITAN — Walaupun pembangunan fisik jalan disepanjang pesisir Pantai Selatan, Jalur Lintas Selatan (JLS) di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, sudah mulai dikerjakan, namun persoalan pembebasan
tanah disejumlah tempat di wilayah setempat masih menjadi kendala.

”Warga di dua desa masih mempertahankan tanahnya hingga ada harga yang pantas,” kata Anggota Komisi Pendidikan dan Kesejahteraan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pacitan, Handoyo Aji yang selama ini melakukan
pendampingan ke warga, pada Selasa (17/6).

Ia mengatakan hingga kini masih terdapat sekitar 20 keluarga korban penggusuran JLS di Desa Kayen, Kecamatan Pacitan, dan di Desa Jetak, Kecamatan Tulakan yang tidak bersedia menjual tanahnya. Harga yang ditawarkan Pemerintah Kabupaten Pacitan terlalu rendahnya," ujarnya.

Untuk tanah di Jetak, dihargai Rp 15 ribu per meter, sedangkan di Kayen hanya dihargai Rp 30 ribu per meter. Padahal standar harga di wilayah Jetak adalah Rp 50 ribu per meter, dan Rp 200 ribu di wilayah Kayen.

Anggota dewan dari Fraksi Keadilan Sejahtera (FKS) ini mengatakan, selama ini Pemkab Pacitan cenderung memaksa warga untuk bersedia membebaskan tanah untuk pembangunan jalur yang melintas dari Wonogiri – Pacitan – Trenggalek – Tulungagung – Blitar – Malang – Lumajang – Jember hingga Banyuwangi ini.
”Warga korban penggusuran diancam akan digugat ke pengadilan jika tidak bersedia menjual tanahnya,” katanya.

Kepala Bagian Pemerintahan, Pemkab Pacitan, Sanyoto mengatakan tidak bersedia menegoisasikan kembali harga tanah. ”Warga dan Pemkab telah melalui tahapan yang panjang untuk menentukan harga,” katanya. Perubahan
harga akan menimbulkan kecemburuan warga lainnya yang sudah bersedia menjual tanahnya.

Daerah yang terkena proyek JLS yakni bagian barat ruas Glonggong – Pacitan sepanjang 40.517 kilometer, serta bagian timur ruas Panggul – Hadiwarno, 16 km.

Selain itu, sepanjang 29.05 kilometer jalur Pacitan – Kayen – Hadiwarno, dengan pembebasan lahan sekitar 9 kilometer. Adapun panjang JLS yang melintas di Pacitan adalah 82,7 kilometer. Hingga kini yang belum dibebaskan sekitar 31,75 kilometer. DINI MAWUNTYAS
Selasa, 17 Juni 2008 | 18:38 WIB

Desember 4, 2010 at 00:39 Tinggalkan komentar

Anggota Dewan Mengadu ke Komnas HAM soal Tambang

Kamis, 2 September 2010
Anggota Dewan Mengadu ke Komnas HAM soal Tambang

Uyung Sy-PME Indonesia

JAKARTA-Karena merasa diintimidasi dan adanya kriminalisasi pada dirinya, wakil ketua DPRD Pacitan, Handaya Aji mengadu ke KOMNAS HAM. Handaya sendiri mengaku mendapat intimindasi setelah dirinya dianggap vokal karena memimpin warga dalam penolakan keberadaan perusaahaan tambang tembaga PT Gilang Inter Nusa (GLI) dan PT DFMI (perusahaan PMA) di desa Kluwih Kecamatan Tulakan dan Desa Kasihan Kecamatan Tegalombo Kabupaten Pacitan.

"Kami berharap KOMNAS HAM memberikan dukungan terhadap kami, karena sudah terjadi pelanggaran HAM, keberadaan masyarakat disekitar tambang diabaikan," katanya, saat ditemui PME di kantor Jatam sesaat sebelum menuju kantor KOMNAS HAM, Jakarta, Rabu (01/08).

Menurutnya sebagai pihak terdampak masyarakat sekitar telah beberapakali berupaya melakukan penutupan tambang yang tidak memberikan bagi hasil dan dilakukan dengan cara membuat terowongan dibawah tanah milik warga tanpa ijin dari pemilik tanah. Setelah beberapakali hearing pemerintah daerah malah membela penambang yang menyebabkan kerusakan lingkungan.

"Entah apa yang ada dibenak aparat pemeritah daerah tersebut, padahal Amdal baru keluar pertengahan 2010 sedangkan perusahaan tambang tersebut sudah beroperasi selama 3 tahun, dalam ijin PT GLI penambangan dilakukan dengan open pit namun kenyataannya penambangan dilakukan dengan penerowongan pada tanah milik sekitar 50 orang warga desa Kluwih tanpa ijin" papar Handaya.

Selain itu menurut Handaya, sesuai dokumen perijinan yang diberikan pada dirinya penambangan dengan cara open pit mining yaitu penambangan terbuka dilakukan dengan dengan peralatan sederhana seperti pacul, pacal, linggis dan lain-lain, namun kenyataannya dilakukan dengan menggunakan lori serta bahan peledak sehingga mengganggu dan membahayakan warga sekitar.

"Warga dan pemilik tanah pernah memblokir akses jalan masuk ke areal pertambangan, tetapi malah diintimindasi, akhirnya penutupan yang berlangsung 3 bulan tersebut dibuka secara paksa oleh Polres yang dipimpin langsung oleh Kapolres Pacitan waktu itu, AKBP Wahyono dan Kasat Reskrim AKP Sukimin, dan anehnya lagi karena saya dianggap vokal saya ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres dengan dugaan penggelapan dana yang terjadi pada tahun 2009 dimana saat itu saya menjabat sebagai ketua kelompok tani damai " ucapnya.

Sebelumnya Handaya juga melaporkan kedua perusahaan tersebut ke WALHI dan Jatam untuk kasus pencemaran lingkungannya.

Sumber : Majalah Petroleum Mining & Energy Indonesia
http://www.pme-indonesia.com/news/?catId=4&newsId=2697

Desember 4, 2010 at 00:36 Tinggalkan komentar

DPRD PACITAN TUNDA DIALOG BAHAS PENCEMARAN

DPRD PACITAN TUNDA DIALOG BAHAS PENCEMARAN
http://www.koran-jakarta.com/berita-detail-terkini.php?id=1301

Pacitan, 26/10 (ANTARA) – DPRD Kabupaten Pacitan menunda rencana dialog
antara warga Desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirojo, Kabupaten Pacitan, Jawa
Timur, dengan pengusaha pertambangan timah yang beroperasi di Desa
Cokrokembang, Selasa besok (27/10).

"Yang pasti bukan di batalkan, tapi hanya ditunda" kata Mawardi, Senin.

Penundaan jadwal dialog secara mendadak itu, kata sekretaris dewan, Mawardi,
dikarenakan banyaknya agenda yang harus diselesaikan sebagian besar anggota
DPRD hari ini. Di antaranya, menyusun alat kelengkapan Dewan. Sebab, alat
kelengkapan yang sudah terbentuk baru komisi-komisi. Sedang badan anggaran,
legislasi, musyawarah dan badan kehormatan masih proses. Direncanakan,
kelengkapan badan-badan itu tuntas diparipurnakan pada Kamis (29/10).

"Sehingga, Jumat baru bisa mengadakan dialog. Dan penundaan itu sudah
disampaikan ke Kepala Desa Cokrokembang" katanya.

Beberapa hari lalu, masyarakat Desa Cokrokembang melalui perwakilannya telah
mengadukan para penambang timah di sekitar desanya ke DPRD Kabupaten Pacitan
yang intinya mengeluhkan limbah pertambangan yang dituding telah mencemari
sungai dan sumber air bersih di Desa Cokrokembang. Keluhan dan laporan itu
kemudian direspon positif oleh dewan setempat dengan menjadwalkan dialog
dengan pengusaha pertambangan yang sedianya digelar Selasa pagi (27/10),
besok. Tapi dengan alasan sibuk, jadwal dialog tiba-tiba diundur hingga
Jumat (30/10) mendatang.

Keputusan penundaan yang tidak disertai alasan jelas itu membuat warga Desa
Cokrokembang mempertanyakan komitmen keberpihakan dan keseriusan DPRD dalam
merespon masalah pencemaran yang terjadi di Desa Cokrokembang.

Padahal, dampak pencemaran telah lama meresahkan warga di sekitar area
penambangan. Banyak ikan kali/sungai yang ditemukan mati. Beberapa warga
bahkan mulai mengeluhkan kulitnya gatal-gatal setelah mandi atau mencuci di
aliran sungai yang tercemar tadi.

"Kejadian ini telah terulang beberapa kali dan ini sudah keterlaluan" kata
Hariawan, salah seorang perwakilan warga Desa Cokrokembang.

Ada satu hal lain lagi yang dikeluhkan warga disamping masalah pencemaran.
Yakni masalah rusaknya jalan desa akibat lalu-lalang truk pengangkut bahan
tambang timah.

Warga meminta ada pertanggungjawaban dari pihak penambang untuk ikut
berpartisipasi dalam perawatan ruas jalan desa terutama yang dilewati
truk-truk pengangkut bahan tambang tadi. (T.PSO-130)
(T.PSO-130/C/A014/A014) 26-10-2009 18:51:22

Posted by : (ANTARA)
< >

Desember 4, 2010 at 00:36 Tinggalkan komentar

DPRD Tolak Bendungan Kedungbendo

Kamis, 29 Mei 2008
DPRD Tolak Bendungan Kedungbendo

Lima Fraksi Sepakat, FPD Tunggu Survei Amdal
PACITAN – DPRD Pacitan akhirnya memutuskan menghentikan kegiatan rencana pembangunan bendungan Kedungbendo. Keputusan atas aspirasi Forum Masyarakat Tegalombo-Arjosari (Formas Tegalsari) tersebut diambil setelah disepakati enam fraksi dalam rapat paripurna, Rabu (28/5).

Dalam pendapat akhirnya, lima fraksi secara tegas menolak rencana pembangunan bendungan Kedungbendo. Hanya Fraksi Partai Demokrat (FPD) yang menyatakan menunggu sampai dilaksanakannya survei analisa mengenai dampak lingkungan (amdal).

Fraksi PDIP menolak rencana pembangunan bendungan tersebut setelah didasarkan pada berbagai aspek dan kajian. Baik laporan kinerja pansus, investigasi ke lapangan, literatur dan sebagainya. Bahkan, fraksi ini juga menilai rencana pembangunan itu dinilai tidak strategis dan bijaksana.

"Apakah pembangunan bendungan merupakan satu-satunya cara?" kata Setyo Raharjo, juru bicara FPDIP.

Fraksi Patriot Pancasila tak kalah tegas menolak rencana tersebut. Bahkan, fraksi yang beranggotakan empat orang ini, mempertanyakan kegunaan bendungan. Jika untuk sarana wisata, di Pacitan sudah banyak memiliki aset wisata. Begitu juga jika diperuntukkan sebagai PLTA, dinilai kurang tepat. Selain hanya PLTA minihidro (7,5 MW), saat ini, di Pacitan juga tengah dibangun PLTU berkapasitas 2 x 315 MW.

"Pembangunan harus berjalan dan didukung semua pihak. Terkadang pembangunan perlu pengorbanan. Tetapi, tidak harus mengorbankan ribuan jiwa di enam desa," tegas Bambang, juru bicara Fraksi Patriot Pancasila.

Hal senada juga diungkapkan Fraksi Partai Golkar, Fraksi Kebangkitan Bangsa, maupun Fraksi Persatuan Nasional. Selain menyatakan agar segala bentuk kegiatan survei dihentikan, juga meminta pemerintah untuk mencari solusi lain mengatasi banjir sungai Grindulu.

Dalam pendapat akhir fraksi ada dua kesimpulan. Yakni, lima fraksi menyatakan menolak atau menghentikan survei dan satu fraksi menunggu sampai selesainya survei amdal. Akhirnya, rapat paripurna diskors sekitar dua jam.

"Setelah dilakukan rapat gabungan antara pimpinan dewan dan pimpinan fraksi, sepakat menghentikan semua kegiatan rencana pembangunan bendungan Kedungbendo," kata Soedjono, ketua DPRD Pacitan.

Menanggapi keputusan DPRD tersebut, Sri Widyowati Atmodjo, salah seorang unsur ketua Formas Tegalsari, mengaku puas dengan keputusan dewan tersebut. Konsekuensinya, semua kegiatan survei terkait rencana pembangunan bendungan Kedungbendo juga harus dihentikan.

"Kalau kegiatan masih terus dilakukan, kami juga akan melakukan langkah-langkah lanjutan," tandasnya. (wit/sad)

http://www.jawapos.co.id/index.php?act=detail_radar&id=217074&c=76

Desember 4, 2010 at 00:35 Tinggalkan komentar

Nyentrik, Mantan Wakil Bupati Pacitan Berdemo Tunggal

Nyentrik, Mantan Wakil Bupati Pacitan Berdemo Tunggal
Oleh : Hernawan A. Priyana | 30-Des-2008,?17:43:50 WIB

KabarIndonesia, Pacitan – Kebijakan Bupati Pacitan Suyono dalam beberapa hal di nilai tidak berpihak kepada publik. Di antaranya, masuknya investor tambang serta dugaan mark up pembebasan lahan mega proyek PLTU.

Kebijakan lainnya yang dinilai melenceng yakni pengelolaan obyek wisata, tambak udang, pembangunan pasar Baleharjo dan alokasi dana bencana alam yang hanya dinikmati oleh kroni. Hal tersebut disuarakan oleh mantan Wakil Bupati Pacitan, Abdul Mu’id Anwar (29/12).

Dengan membawa segepok data-data penyimpangan yang di duga di lakukan oleh Bupati dan Sekda, Abdul Mu’id melakukan demo tunggal ke Kejaksaan Negeri dan Kantor DPRD Pacitan. Di Kejaksaan Negeri, Abdul Mu’id diterima langsung oleh Kajari Pacitan, Wardjiman. Pertemuan yang berlangsung tertutup tersebut berlangsung kurang lebih 1 jam. Setelah bertemu Kajari, Abdul Mu’id langsung melakukan orasi di halaman Kejaksaan Negeri Pacitan.

Dalam orasinya, Abdul Mu’id meminta agar aparat kejaksaan mengungkap tuntas dugaan berbagai penyimpangan yang dilakukan oleh Bupati dan Sekda. Menurut Mu’id, sebenarnya masyarakat Pacitan sangat berterima kasih atas masuknya para investor ke Pacitan. Namun, semua itu harus sesuai dengan aturan main yang berlaku. Seperti PT GLI, misalnya. Investor yang bergerak di bidang pertambangan tersebut sampai saat ini hanya mengeruk kekayaan ayam yang di miliki Pacitan.

Mega Proyek PLTU Sudimoro tak luput dari sorotannya. Selain pembebasan tanah yang dinilai penuh dengan rekayasa, keberadaan pekerja asing asal Tiongkok diduga tidak memiliki ijin kerja. "Usut tuntas siapa yang mem-backup," teriaknya lantang.

Selain itu, langkah pemkab Pacitan yang menyerahkan pengelolaan tempat-tempat wisata ke pihak swasta juga disoal. sebab, Pembangunannya yang menggunakan dana APBN, namun retribusinya dinikmati penggarap.

"Ini yang membuat putra terbaik Indonesia kelahiran Pacitan, Presiden SBY "marah", karena beliau merasa Pacitan digadaikan," tandasnya.

Masalah tambak udang yang sampai sekarang belum jelas ujung pangkalnya masih menjadi pekerjaan rumah bagi aparat kejaksaan. Tambak yang menggunakan lahan milik pemerintah daerah tersebut, saat ini dijual kepemilikannya kepada pihak lain.

"Hendaknya Kejaksaan mengusut tuntas hal ini," serunya.

Pembangunan Pasar Baleharjo yang sampai sekarang belum kelar, ternyata rangka atap baja ringan yang semestinya pembelian dilakukan oleh rekanan, namun realisasinya di minta oleh bupati dengan mark up harga sebesar 400 juta rupiah. Sehingga rekanan merasa dirugikan karena harga yang ditunjuk bupati ternyata lebih mahal dari pada harga pasar.

Pasca melakukan orasi di halaman Kejksaan Negeri Pacitan, Abdul Mu’id Anwar melanjutkan aksinya ke kantor DPRD Pacitan. Di kantor DPRD Mu’id di terima langsung oleh Ketua Dewan Sujono, dan dua orang wakil ketua, Syamsuri Arif dan Abdullah Sadjad. Kali ini ia menyoal penggunaan dana bencana alam dan PAK tahun 2007/2008. Sebab, dana bencana alam sebesar 10 miliar rupiah itu hanya dinikmati oleh kroni-kroninya.

Diakhir orasinya, Abdul Mu’id Anwar menyebut aksi yang dilakukannya itu bukan mengatasnamakan rakyat Pacitan. (*)

sumber : http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=26&jd=Nyentrik%2C+Mantan+Wakil+Bupati+Pacitan+Berdemo+Tunggal&dn=20081230151928

Desember 4, 2010 at 00:35 Tinggalkan komentar

Dewan Kritisi Buruknya Jalur Pacitan-Trenggalek

Dewan Kritisi Buruknya Jalur Pacitan-Trenggalek
29 Agustus 2010 21:20:07 WIB
Reporter : D. Eka Kuncara

Pacitan (beritajatim.com) – Buruknya kondisi jalur mudik antara
Pacitan-Trenggalek disorot anggota DPRD setempat. Anggota Komisi D Heru
Puspo Handoyo mengatakan, ruas jalur tersebut perlu penanganan
sunguh-sungguh. Mulai dari perencanaan hingga kualitasnya. "Perencanaannya
kurang pas serta dari segi kualitas proyek jalan juga kurang baik," katanya,
Minggu (29/8/2010).

Tidak itu saja, sistem drainase disekitar jalan kurang bagus. Sehingga, jika
musim penghujan, air bercampur material tanah terkadang menutup jalan.
Terlebih, beban jalan ikut naik semenjak lalu lalangnya truk-truk bertonase
besar pengangkut material PLTU di Sudimoro menggunakan jalur itu. Padahal,
kelas jalan tidak memadai.

Penilaian itu bukan tanpa alasan. Sebab, setiap hari anggota Fraksi Partai
Demokrat ini selalu menggunakan ruas jalan itu ketika berangkat maupun
pulang ngantor.

Heru menjelaskan, secara ekonomi, Kecamatan Ngadirojo, merupakan kota kedua
setelah Pacitan. Sehingga mobilitas warganya tergolong tinggi. Tentunya jika
kondisi jalan masih seperti yang sekarang, aktivitas warga terganggu. "Jika
kondisi jalan masih belum ideal, juga akan berdampak pada aktivitas
masyarakat sendiri," jelasnya. [eka/kun]

Sumber :
http://m.beritajatim.com/detailnews.php/6/Politik&Pemerintahan/2010-08-29/75
796/Dewan_Kritisi_Buruknya_Jalur_Pacitan-Trenggalek

< >

Desember 4, 2010 at 00:35 Tinggalkan komentar

Sungai Tercemar Limbah Pertambangan, Warga di Pacitan Tuntut PT GLI

Sungai Tercemar Limbah Pertambangan, Warga di Pacitan Tuntut PT GLI
Jumat, 30 Oktober 2009 | 17:04 WIB

PACITAN | SURYA Online –
Sungai dan sumber air bersih yang ada di sekitar areal pertambangan timah milik PT Gemilang Limpah Internusa (GLI) yang ada di Desa Cokrokembang, Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur (Jatim), positif tercemar limbah pertambangan.

Sinyalemen itu secara terbuka disampaikan Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH) Kabupaten Pacitan, Bambang Supriyoko, Jumat (30/10), saat menghadiri dialog antara perwakilan warga Desa Cokrokembang dengan manajemen PT GLI yang difasilitasi DPRD di kantor dewan Jalan Ahmad Yani, Kota Pacitan. Menurut Bambang, hasil pengetesan awal menggunakan alat pengukur (tester) kadar PH diketahui, derajat keasaman air sungai yang diduga tercemar cukup tinggi.

"Berdasar sampel air yang kami ambil menggunakan tester khusus diketahui derajat keasaman air sungai di Desa Cokrokembang telah mencapai angka 3,6. Padahal, skala normal kadar PH yang bisa ditolerir adalah 6,5 sampai 8,5" katanya menerangkan.

Berdasarkan fakta tersebut, tim evaluasi dari KLH Pacitan mensinyalemen kandungan logam berat yang terlarut air sungai yang di antaranya mengalir di Desa Cokrokembang cukup tinggi. Hal itu terukur pada derajat keasaman yang telah melebihi ambang batas normal, yaitu PH 7. Indikasi awal lain yang juga menjadi tolak ukur pencemaran adalah terjadinya perubahan rona warna air dan batuan di sekitar sungai yang menjadi kekuning-kuningan.

"Tapi apakah benar telah terjadi pencemaran atau tidak akibat kegiatan penambangan yang dilakukan PT GLI, saat ini KLH belum bisa memastikan karena masih menunggu hasil resmi uji laboratorium atas sampel air, tanah, dan batuan yang sedang diteliti oleh badan laboratorium terakreditasi di Yogyakarta dan Surabaya" kata Bambang menegaskan.

Bambang berjanji, dalam 20 hari setelah sampel air, tanah, dan batuan yang telah dikirim ke dua laboratorium tersebut hasil resminya akan segera disampaikan ke masyarakat, termasuk DPRD dan PT GLI.

Dialog yang digelar DPRD Kabupaten Pacitan khusus membahas dugaan pencemaran akibat kegiatan penambangan timah dan batu hitam oleh PT GLI tersebut, merupakan buntut dari rangkaian protes warga Desa Cokrokembang selama beberapa minggu terakhir.
Dalam kesempatan dialog yang juga dihadiri manajer umum PT GLI, Delvis K Irianto, perwakilan warga Desa Cokrokembang dipimpin langsung oleh kepala desanya, Gunadi, menyampaikan tiga tuntutan.

Pertama, terkait kontrak-sewa lahan untuk puskesmas Cokrokembang yang menggunakan tanah bengkok desa, kedua masalah pencemaran air sungai, tanah, dan sumber air bersih dalam tanah yang diduga terdampak oleh buangan limbang pertambangan yang dilakukan PT GLI, dan terakhir masalah kerusakan fasilitas jalan desa akibat lalu-lalang ?dump? truk yang mengangkut bahan tambang milik PT GLI.

Selain itu, warga juga menuntut pada pemerintah melalui instansi terkait, supaya sesegera mungkin mengevaluasi total kondisi air tanah yang ada di Desa Cokrokembang. Sebab, sejak kasus pencemaran kembali terulang dan menyebabkan ribuan ikan di sungai desa mereka mati mendadak pada Minggu (11/10) lalu, warga tak berani lagi mandi di sungai ataupun menggunakan air sumur untuk minum ataupun memasak. Apalagi beberapa warga di Desa Cokrokembang mulai mengeluhkan gatal-gatal pada kulit, setiap menggunakan air sungai ataupun air sumur yang diduga tercemar dan berwarna kekuning-kuningan tersebut.

"Sementara ini, warga hanya mengandalkan pasokan air bersih yang dikirim PT GLI dan pemerintah daerah" kata Gunadi.

Dalam kesempatan itu, manajer umum PT GLI, Delvis K Irianto menyatakan, komitmen perusahaannya untuk menyelesaikan masalah tersebut secara damai. Sejak menerima laporan mengenai dugaan pencemaran akibat aktivitas pertambangan yang dikelola perusahaannya, Delvis menyatakan, telah melakukan langkah penanganan awal dengan cara memasok kebutuhan air bersih warga sebanyak empat rit (tangki) setiap harinya. Tapi keterangan Delvis yang mengatakan air bersih yang di pasok PT GLI merupakan air PDAM sempat disanggah oleh perwakilan warga yang menyebut bahwa pasokan air yang dikirim ke warga tidaklah memenuhi standar kebersihan dan kualitas air minum.

"Air yang dikirim ke Cokrokembang itu adalah air "kalen" (air sungai) dan bukan air PDAM. Jumlahnya pun tidak sampai empat rit, tapi hanya dua rit" kata Sekretaris Desa Cokrokembang, Helmy.

Khusus terkait dugaan kebocoran pada sistem instalasi pengelolaan air limbah (IPAL), Delvis berjanji untuk segera membangun lagi dua IPAL. Sebelumnya, perwakilan dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Pacitan menyampaikan pada forum dialog tersebut bahwa secara formal kedinasan telah dua kali melayangkan surat teguran ke PT GLI untuk segera memperbaiki kualitas IPAL.

Surat teguran juga pernah dilayangkan Dinas Pertambangan ke PT GLI terkait komitmen perusahaan pertambangan asing ini dalam melakukan rencana, dan tahapan reklamasi area pertambangan sebagaimana diatur dalam Undang-undang lingkungan hidup. ant

sumber : http://www.surya.co.id/2009/10/30/sungai-tercemar-limbah-pertambangan-warga-di-pacitan-tuntut-pt-gli.html

Desember 4, 2010 at 00:35 Tinggalkan komentar

Dewan Desak Pengusutan Kasus Tanah PLTU Sidomoro

Dewan Desak Pengusutan Kasus Tanah PLTU Sidomoro
Kamis, 13 September 2007 | 16:40 WIB

TEMPO Interaktif, Pacitan: Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pacitan mendesak agar dibentuk panitia khusus (pansus) untuk mengusut kasus pelepasan tanah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sidomoro, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur.

"Perlu dibentuk panitia khusus untuk menyelidiki kasus dibalik pelepasan tanah PLTU Sidomoro," kata angggota DPRD, sekretaris fraksi Golongan Karya, Gagarin, Kamis (13/9).

Menurut Gagarain, ditemukan fakta jika tanah desa setempat seluas 2,1 hektar yang terkena proyek tersebut tidak mendapatkan pembayaran ganti rugi pelepasan.

"Ada banyak yang janggal yang perlu kita usut. Rumor tentang kasus pelepasan lahan PLTU telah ramai dibicarakan," ujarnya.

Senada dengan Gagarin, anggota DPRD Pacitan dari fraksi Keadilan Sejahtera (FKS), Handoyo Aji pun menegaskan hal yang sama. "Kita akan mendorong paripurna untuk membentuk pansus untuk mengusut kasus ini," tegasnya.

Ketua tim pelepasan lahan, Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pacitan, Mulyono, membantah apabila masih ada masalah dalam pelepasan lahan PLTU Sidomoro. "Perbedaan pengukuran tanah adalah hal yang biasa," terangnya.

Sebagaimana diketahui Perusahaan Listrik Negara (PLN) akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) kapasitas 2×315 MW diatas seluas 62 hektar tanah di Desa Sukorejo, Sudimoro. Sejauh ini sebanyak 237 warga setempat telah mendapat ganti rugi dari total tanah seluas 47,48 hektar.
(DINI MAWUNTYAS)

sumber : http://www.infoanda.com/linksfollow.php?lh=U1QHUVcBU1cG

Desember 4, 2010 at 00:34 Tinggalkan komentar

Balita Gizi Buruk di Pacitan Tak Tersentuh Jamkesda

Balita Gizi Buruk di Pacitan Tak Tersentuh Jamkesda
Selasa, 24 Agustus 2010 06:06

Jakarta, 24/8 (SIGAP) – Seperti yang dilansir Antara, seorang balita penderita gizi buruk dan kebocoran jantung asal Desa Kembang, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, tak mendapat fasilitas jaminan kesehatan daerah (jamkesda) maupun jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas). Dikabarkan, kondisi balita bernama Jamiaturrohmah itu semakin memprihatinkan, mengingat latar belakang kedua orang tuanya yang selama ini hidup di bawah garis kemiskinan.

Menurut Rochman, ayah kandung Jamiaturrohmah, Selasa (23/8) mengakui, dirinya sudah tidak mampu lagi membiayai pengobatan anaknya. Saat ini, Jamiaturrohmah dibiarkan "berjuang" melawan sakitnya sendirian. Dituturkan Tuty, ibu kandung Jamiaturrohmah, derita anaknya telah dialami sejak ia baru lahir pada 1 Oktober 2009 lalu. Saat itu kata Tuty, dokter yang menangani proses persalinan mengatakan anaknya mengalami penyempitan saluran pencernaan. Tidak hanya itu, dokter juga mendiagnosa bahwa jantung Jamiaturrohmah juga mengalami kebocoran.

"Pergerakan anak kami sangat terbatas lantaran ada kelainan pada sendi kaki kanannya. Kondisi yang dialami itulah yang membuat tubuhnya tidak mampu memproduksi gizi yang mencukupi untuk pertumbuhannya," papar Tuty.

Ironis, meski kondisi balita malang tersebut telah terdeteksi sejak awal, belum ada layanan kesehatan memadai diberikan pemerintah melalui polindes maupun puskesmas setempat.

"Kami sebenarnya telah upayakan agar Jamiaturrohmah mendapat jamkesmas serta jamkesda ke dinas kesehatan. Namun katanya kuotanya telah habis, sekarang masih diusulkan untuk dimasukkan tahun depan," kata Kepala Desa Kembang, Tumaji.

Sementara itu, Kabid Pemberdayaan Sumber Daya (PSD) Dinas Kesehatan Pacitan, Ari Priyambodo membenarkan bahwa balita Jamiaturrohmah memang belum mendapat kartu Jamkesda. Namun meski tak tercatat sebagai anggota Jamkesda, Ari menegaskan bahwasanya Jamiaturrohmah masih bisa mendapatkan hak bantuan pelayanan kesehatan. Caranya adalah dengan memberikan SPM (Surat Pernyataan Miskin) sebagai rekomendasi kepada Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemkab Pacitan.

"SPM dikeluarkan oleh Kesra dan hanya bisa digunakan untuk rumah sakit di wilayah Jawa Timur," terangnya.

Terkait hal ini Asisten Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana, Ir Hapsari Laksmi Koestiati MM, mengatakan, pemerintah pusat telah menyediakan fasilitas kesehatan yang namanya Jamkesmas dan Jamkesda. Menurutnya, kedua program kesehatan pro rakyat ini di laksanakan oleh pemerintah daerah melalui dana APBD. Ditambahkan Rieke, sapaan akrabnya, hal ini merupakan komitmen pemerintah pusat bagi masyarakat miskin yang membutuhkan fasilitas kesehatan.

"Intinya adalah pemerintah memberikan fasilitas bagi orang miskin atau tidak mampu yang mendapat fasilitas berobat gratis," jelas Rieke kepada SIGAP, Selasa (24/8).

Namun Rieke mensinyalir kebijakan tersebut sering disalahgunakan oleh masyarakat karena kedekatan atau terjadi KKN dengan pengelola. Bahkan katanya, program kesehatan ini dapat diperjual belikan.

"Hal ini adalah realita yang terjadi di masyarakat, sangat ironis," geram Rieke. Ketika ditanya sulitnya prosedur pengurusan Jamkesmas maupun Jamkesda oleh masyarakat, Rieke menjelaskan, ada persyaratan yang harus dilaksanakan dengan katagori orang miskin, dan bila orang tersebut sangat miskin perlu dibantu. "Ironis sekali bila tidak," jelasnya.

Terkait berbelitnya pengurusan Jamkesmas dan Jamkesda, menurut Rieke, seharusnya hal ini difasilitasi oleh Pemda setempat melalui penanggung jawab masyarakat berjenjang daerah setempat, seperti RT, RW, lurah, camat dan dinas setempat. (laporan rusman/ant)

Sumber :
http://sigapbencana-bansos.info/berita/3707-balita-gizi-buruk-di-pacitan-tak
-tersentuh-jamkesda.html

Desember 4, 2010 at 00:34 Tinggalkan komentar

Older Posts


Tulisan Terakhir

Blog Stats

  • 14.672 hits